Setelah peristiwa pembajakan kapal Rachel Corrie yang memmbawa bahan bantuan oleh pasukan Israel, nama aktivis mahasiswi yang disandang kapal itu kembali menggema dimana mana sebagai simbol perjuangan, kepedulian, dan yang pasti ke-manusia-an.
Kemanusiaan yang universal, Rachel Corrie gadis pejuang kemanusiaan yang meninggal digilas bolduzer Israel ini berasal dari salah satu kota di negeri "pentaklid" Israel, AS, ia berasal dari Olimpia, Washington.
Di bawah bendera International Solidarity Movement (ISM), pada Januari 2003 ia mengunjungi Palestina, tepatnya kota Rafah. Di kota yang terus menerus dikikis dengan pembangunan pemukiman Yahudi itu, Rachel tinggal bersama keluarga Palestina di rumah rumah yang segera akan digusur Israel. Menyaksikan secara langsung bagaimana nilai nilai kemanusiaan, HAM, ternyata taklebih dari sekedar kata kata manis abstrak tak terjamah.
Dari sana ia menulis jurnalnya "Let Me Stand Alone", ia mengungkap kegelisahan, ketakutan, kengerian, dan protesnya ketika ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana kemanusiaan dijadikan keset kaki, diinjak injak seumpama sampah busuk oleh sepatu sepatu laras pasukan penjajah Israel.
Jalan jalan kota Rafah menjadi saksi ketika mahasiswi yang dari kecil telah bermimpi menjadi aktivis kemanusiaan ini aktif memprotes penggusuran rumah rumah penduduk Palestina.
Hingga akhirnya pada 16 Maret 2003, momen mengerikan itu dipentaskan. Kejadian yang seharusnya membuka mata dunia lebar lebar, membaca pesan yang disampaikan kaum pembunuh Nabi itu pada seluruh umat manusia.
Hari itu, hingga sore tiba Rachel Corrie bersama beberapa rekan aktivisnya berusaha mencegah bolduzer bolduzer yang dikawal militer Israel merubuhkan rumah rumah keluarga Palestina. Dengan pengeras suara ia berteriak lantang
"kami melindungi warga sipil, kami tidak bersejata. Kami bukan ancaman bagi kalian".
Namun seolah buta, tuli, bisu, seumpama robot yang takberhati, gerombolan perampas tanah, penoda Alquds itu tetap tak bergeming. Rumah rumah ini harus diratakan!!, bahkan dengan penghuni dan siapapun yang mendukungnya sekalian. Begitulah jawaban bisu para agresor itu.
"Pertempuran" itu berlanjut, semakin memanas ketika rumah keluraga Nasrallah, keluarga angkat Rachel, hendak diratakan. Rachel berusaha mencegah, bahkan memanjat gundukan tanah yg dikeruk bolduzer. Kesetanan, prajurit penjajah itu malah menggilas tanah beserta tubuh Rachel, membuat seluruh tbuhnya tertimbun rata tanah. Akhirnya di rumah sakit Palestina, nafas akhir sang pembela kaum tertindas terhembus.
Rachel Corrie, kisah hidupnya memuat pesan yang terbaca jelas olehku, kamu, kita, pesan kemanusiaan universal. Bahwa tidak ada seorangpun yang pantas menindas siapapun, bahwa segala kebiadaban harus dienyahkan!!. Yaa, kita semua telah membaca, mengertinya.
Namun tidak mereka!. Mereka kaum pembangkang. Anak cucu Israel yang merasa umat terpilih. Yang bebal lagi tuli.
Dunia, bukalah mata lebar lebar, cermati pesan mereka pada kisah martir Rachel Corrie sang pejuang kemanusiaan. Ketika ia mengumandangkan lafal "humanity" pada mereka, apa mereka mendengarnya??, Tidak!!. Mereka malah menimbun mulut Rachel dengan tanah, melindasnya dengan angkuh.
Goyim, sebutan Yahudi untuk orang orang diluar mereka. Jika ditelusuri dari kitab kitab mereka, akan jelaslah bahwa kedudukan seorang non-Yahudi tak lebih tinggi dari hewan. Goyim bukan manusia!.
Maka wajar saja, mereka tidak mempedulikan teriakan "humanity", tidak menganggap nyawa aktivis kemanusiaan di Mavi Marmara incident.
Dunia, sadarlah, percuma berteriak "hormati kemanusiaan" pada mereka yang tak menggapmu "manusia"??.
Dengarlah bisikan David Ben Gurion, Netanyahu, Golda Meir. .dari gema suara dentuman tembakan tank, raungan mesin jet jet tempur, . ."Rachel, mereka juga kamu itu adalah Goyim, kau tahukan artinya?"
Senin, 07 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar