Sabtu, 07 Agustus 2010

RAMADHAN MENANGIS DI BALIK TAWA

El vanus…. el vanus….!!! Gegap gempita lampu berpjiar, sebagai gambaran kemeriahan dan kesenangan yang amat besar dari orang mesir dalam menyambut Ramadhan, lampu-lampu yang mereka sebut el vanus tergantung berjejer menjejali setiap lorong-lorong jalanan yang sempit sekalipun, bahkan di setiap flat-flat apartemen yang tinggi. sehingga meski gelap, mesir tetaplah bercahaya dengan lampu kemeriahan yang akan selalu hadir untuk menyambut datangnya Ramadhan. Begitu pun dengan masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah muslim, meski tak semeriah orang-orang mesir, warga muslim di indonesia tetap berdebar menanti bulan yang penuh berkah ini, lihat saja… orang-orang sudah mulai membeli aksesoris-aksesoris yang menunjukkan identitasnya sebagai orang Islam, tpa-tpa semakin ramai dihadari oleh para santri/wati meski setelah Ramadhan usai sebagian besar dari mereka juga ikut hilang dengan kepergian sang ramadhan. bahkan layar-layar telivisi menayangkan sebuah perubahan yang super mendadak dari para aktor-aktornya, yang dalam kebiasaan, mereka merasa cantik dan menarik jika memakai “baju belum jadi”, tapi demi menyambut Ramadhan, mereka mulai memperbaiki pakaian, mulai dari memakai kerudung dan baju-baju yang tidak memperlihatkan lekuk indah tubuh mereka. tidak hanya para actor saja, melainkan bentuk tayangan pun berubah drastis, yang dulunya bercerita tentang cinta segitiga, antara mama dan kekasih, orang tua yang tak megizinkan anaknya bercinta dikarenakan beda status social hingga “derai mata marsyanda” (hehe… sory kalo judulnya dibuat-buat yang penting kan ada tulisan “marsyandanya”), kini semua menjadi serba berbau islami… bahkan KeCeBong pun di sinetronkan…!!!!!

Terlepas dari niat masing-masing, semuanya menunjukkan bahwa asumsi dasar atas bulan ramadhan merupakan suatu yang “wah…” bagi seluruh manusia muslim sedunia, dan pada dasarnya Ramadhan memang mengandung berjuta-juta kemulian dan keutamaan, itu disimbolkan dengan berbagai macam nama bulan ramadhan yang mewakili keagungannya
• Ia dikatakan sebagai bulan Alqur’an, karena Allah menurunkan mukjizat abadi dibulan ini, sehingga juga dikatakan malam dimana Alqur’an pertama kali diturunkan adalah malam kemulian “lailatu Al-qadr”, dan lebih baik dari sribu bulan “khoirun min alfi syahrin”
• Sebagai bulan islam, itu berkaitan erat dengan perintah berpuasa dan diturunkannya Alqur’an sebagai pegangan umat Islam
• bulan Qiyyam, bulan yang sepatutnya kita sibukkan diri kita dengan melakukan amal ibadah, seperti bertahajjud, membaca Alqur’an dan bermunajat serta bertaqarrub kepadaNya

Dan nama-nama agung lainnya yang jika ditulis semua maka seluruh area mading tidak akan cukup menampung tulisan ini (hehehe… sok banget yah.. padahal memang taunya Cuma segitu)
tapi sungguh ironi…. Amat ironi….. semuanya itu bertolak belakang dari substansi dan salah satu tujuan puasa yang sangat penting.. betapa kita kurang sadar dan kurang peka, sehingga kita hanya tau senangnya saja atau meriahnya saja, utamanya pada ibadah yang paling utama dibulan ini, puasa, kita hanya tau puasa itu menahan makan dan minum mulai dari waktu imsak hingga azan magrib di dengungkan, sehabis itu kita akan balas dendam dengan melahap seluruh makanan yang ada disekitar kita, hingga perut tak mampu lagi menampungnya, kita hanya tau bahwa di penghujung puasa ada kemenangan dari hawa nafsu, sehingga ketika waktu kemenangan itu telah tiba maka kita akan barsorak sorai dan kembali melahap bertumpuk-tumpuk ketupak beserta tongseng bagi orang jogja, beserta soto kudus bagi orang kudus beserta empek-empek bagi orang Palembang beserta coto bagi orang makassar atau beserta serpihan komet bagi makhluk mars (kalo ada hehe…).
Dibalik itu, tak ada lagi, padahal ibadah puasa yang kita lakukan, sendinnya adalah tarbiyah, mendidik, layaknya ibadah sholat mendidik orang untuk tawadhu dan tidak membedakan sesama manusia, ibadah haji mendidk kita untuk senantiasa rindu kepada tuhan. maka ibadah puasa, selain bertujuan untuk menahan diri dari segala sesuatu yang merugikan diri sendiri atau orang lain juga untuk merefleksikan diri, dari turut berdampingan dengan orang lain secara harmonis, memusnahkan kecemburuan sosial serta melibatkan diri dengan sikap tepa selira dan menjalani hidup dalam kebersamaan, serta melatih diri untuk selalu peka terhadap lingkungan, bahasa singkatnya PEDULI. hal inilah yang sebenarnya Allah swt ingatkan pada lafadzh Attaqwa pada surah Al-baqoroh ayat 183.
syekh musthofa shodiq al-rafi’ie dalam kitabnya wahyu al-addin mentakwil kata taqwa dengan ittaqa yakni memproteksi diri dari segala bentuk nafsu kebinatangan dan menjaga humanisme dan kodrati manusia dari prilaku binatang. Namun sekali lagi kita tidak menyadari semua itu, meski zakat yang kita lakukan sudah mewujudkan kepedulian kita tapi itu belum cukup karena sebagian besar dari kita melakukannya hanya untuk memenuhi legalitas belaka, setelahnya, kata akan kembali menjadi orang yang tidak peduli kepada sekitar,
Kehidupan yang serba canggih justru membuat kita semakin menjadi makhluk individual, tidak ada lagi sapa’an ketika bertemu, tidak ada lagi saling bertukar makanan, tidak ada lagi rasa kekeluargaan yang dulunya dilestarikan oleh orang tua kita, dimana tetangga dianggap sodara sehingga segala urusannya akan kita usahakan untuk menjadi mudah, tak ada tetangga yang masuk kerumah kita untuk sekedar meminjam nampan atau meminta garam, hingga keadaan tetangga kita pun kita acuhkan bahkan untuk sekedar mengenal nama pun tidak..!! hal-hal kecil inilah yang mulai kita tinggalkan, padahal mau tidak mau yang demikian merupakan cara ampuh kita menjaga keharmonisan, jika kita biarkan jiwa sosial kita terkikis oleh rasa acuh, maka bukanlah hal yang mustahil seorang anak sudah tidak mengenal lagi nama bapaknya.
Dengan puasa ini harusnya kita tersadar dari bius individualistis yang meracuni kita, karena dengan itu kita rasakan kelaparan tua Bangka yang tersisih di sudut jalan sana, kita rasakan rasa kekurangan anak jalanan yang bersandar di tiang lampu lalu lintas, dan kita bukan cuma menghujat orang yang murtad karena menjual imannya dengan sebungkus mie instan, justru kita yang merasa malu karena tidak adanya rasa peduli yang kita berikan, sehingga mereka kini terpaksa menjual keimanan.
Untuk itu, mari kita lestarikan hasil tarbiyah kita ketika puasa nantinya, peka terhadap lingkungan dan berbuat semampu kita, bukan acuh….!!!!!! Jangan kita biarkan rasa kemenangan malah memperlenakan diri kita, sehingga kita masih bisa terbahak-bahak sembari menguyah opor ayam dan ketupat sementara masih ada saudara kita seiman yang merinding kedinginan di tepi tembok warung makan menghindari derasnya rinai hujan dan bertahan hidup dari kelaparan dan kekurangan…
jangan biarkan ramadhan kali ini menangisi kemenangan dan tawa kita……..
wallahu a’lam bisshowab

el_hurry

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers