A
pa yang anda pikirkan ketika dituntut untuk membahas tentang kejujuran ??? apalagi harus relevan dan menyinggung sisi kehidupan kita selaku santri putm?? Yah… hal yang demikian pula yang penulis pikirkan ketika disuruh untuk menulis wacana yang berkaitan dengan kejujuran dalam rubric “maha santri” kita yang tercinta ini. Dan seketika itu, hal jujur yang harus disampaikan oleh si penulis (agar kelihatan bahwa penulis sudah bisa mengaplikasikan sifat kejujuran dalam dirinya sehingga terhindar dari sifat munafik, kelihatannya….) bahwa hingga saat tulisan ini disusun, tak satu pun ide cemerlang yang sempat menyala dikepala penulis, bahkan untuk redup pun tidak sama sekali, apalagi kejujuran yang bisa di singkronkan dengan segi kemaha santrian kita selaku empunya santri.
Tapi ternyata… karena keadaan ini, penulis berhasil membuktikan teori santri yang sering menerapkan sks (sistem kebut semalam) bahwasanya “ situasi yang mendesak membuat seseorang mengeluarkan kemampuan yang luar biasa”. Teori ini terbukti kevalidannya lewat pengalaman penulis sendiri, betapa tidak…!! Sekiranya ktum bag. Iptek tidak mengancam penulis disunnat dua kali, maka sulit membayangkan wacana sederhana tentang kejujuran ini terselesaikan, untuk itu penulis sebelumnya meminta maaf atas segala kekurangan yang terdapat didalam tulisan ini.
Mula-mula, marilah kita ingat sebuah adegana film 3 idiots, dimana pada saat itu Raju, seorang mahasiswa ICE sedang mengikuti tes wawancara dengan beberapa direktur perusahaan untuk mendapatkan pekerjaan setelah menjadi sarjana nantinya. Setiap pertanyaan yang dilontarkan kepada Raju, ia jawab dengan jujur apa adanya, meskipun jawaban itu akan mengurangi penilaian baik dari para direktur yang sedang dihadapinya, hingga pada akhirnya, para pemimpin perusahaan itu mulai terusik dengan sifat keterusterangan yang dimilki oleh si raju, karena profesi yang akan diambilnya nanti, membutuhkan kepiawaian berdiplomasi dalam meyakinkan klien, sedangkan sifat yang terlalu berterus terang dianggap oleh mereka sebagai sesuatu yang kurang baik bahkan membahayakan bagi perusahaan, oleh karenanya, mereka menyarankan kepada raju, jika ia bisa sedikit mengontrol sifatnya itu, mungkin ia bisa dipertimbangkan. tapi, ternyata raju tetap mempertahankan sifatnya itu, ia tetap istiqomah dengan sifat yang kini telah menjadi esensi dari jiwanya, meskipun tidak mendapatkan pekerjaan yang ia cita-citakan yang juga menjadi cita-cita keluarganya yang senantiasa termakan kelam kelabunya kehidupan 50an dalam lingkar kemiskinan yang telah kadarluarsa, semuanya itu tidak membuatnya untuk merubah sifat yang dianggapnya sebagai sesuatu yang amat berharga dan didapatkannya dalam jangka waktu dan masa perenungan yang cukup lama serta harus mampertaruhkan 16 tulang yang patah. Namun diakhir peristiwa itu, ternyata sang direktur betul-betul terkesima dengan kejujuran dan keteguhan yang dimiliki oleh raju, hingga pada akhirnya telah diketahui bagi yang telah mengetahui, keberuntungan yang didapat oleh si raju.
keadaan yang dialami oleh si raju, sebenarnya sering juga kita alami, namun mungkin pada situasi dan dalam bentuk yang lain, yaitu dimana kita diharuskan untuk berterus terang, menjauhkan lisan kita dari mengiyakan sesuatu yang tidak benar hanya untuk menyenangkan seseorang atau mengatakan sesuatu hanya untuk menarik simpatik yang bersifat sementara, meskipun itu akan berdampak buruk bagi diri kita. Dan yang demikian itu adalah perkara yang penting sehingga Rasulullah saw juga menyuruh kita berkata jujur walaupun pahit,
dan jika kita telaah lagi lewat apa yang tersirat didalam peristiwa yang perankan oleh raju tadi, bahwa bersikap jujur itu bukanlah perkara yang mudah di laksanakan, karena jujur bukanlah sifat yang tumbuh secara spontanitas dan sesuatu yang ada bila diperlukan, jujur pun bukan zat yang terkandung dalam kromosom sperma ayah atau ovum ibu sehingga merupakan sifat yang dapat diturunkan begitu saja dari orangtua kepada anaknya, tapi ia adalah sifat yang lahir dari kebiasaan yang sedari dini kita pupuk dan latih dalan waktu yang cukup lama sehingga nantinya menjadi tabiat dan akhlak bagi diri kita, oleh karenanya mengapa dalam peristiwa raju tersebut, terlihat adanya saling keterkaitan antara kejujuran dan keteguhan, karena memang sesuatu yang sering berubah-berubah, tidak tetap, tidak teguh bukanlah sikap dasar yang mencerminkan kejujuran tersebut, dan sebaliknya setiap keteguhan itu sering kali diawali dengan kejujuran.
Ada pula keterkaitan fakta yang cukup menarik sehingga kenapa raju ini diidentikkan dengan sikap jujur, dan ini penulis rasa mengapa raju layak memilki kejujuran tersebut, ya… karena ia adalah orang yang percaya akan kekuasaan sang pencipta, yang kita selaku ummat islam menyebutnya sebagai “iman”, yang demikian itu sesungguhnya tidak lepas dari ajaran islam yang menjadikan akhlaq baik-yang salah satu komponen terpentingnya adalh jujur- sebagai tolak ukur kualitas iman seseorang “sesempurnaya iman orang yang beriman ialah yang paling bagus akhlaknya diantara kalian” sehingga tidaklah salah jika kita ingin menjadikan jujur sebagai cermin dalam menetukan kebagusan iman seseorang, ini pun menjadi bahan evaluasi terhadap diri kita masing-masing atas keimanan yang kita miliki, dengan mengintropeksi diri kita secara “jujur” tentang sejauh mana kita telah berusaha untuk jujur.
mulailah kita berkata jujur, bertiriak yang jujur, berdiskusi secara jujur, berdebat dengan jujur, bertikai yang jujur berbuat secara jujur, menyelesaikan masalah dengan jujur, membenci dengan jujur, mencintai secara jujur. Namun sebelum semua itu kita kerjakan maka berlaku jujurlah dengan hati kita sendiri
wallohu a’lam bisshowab
Sabtu, 27 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar